Senin, 12 April 2010

makalah jurnal penelitian hasil PTM usila

Jurnal hasil penelitian tentang PTM usila
PENGARUH MINUM TEH
TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA USILA
DI KOTA BANDUNG
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh minum teh terhadap kejadian anemia kurang zat besi pada penduduk usia lanjut (usila). Populasi penelitian ini adalah usila di Kota Bandung dan sampelnya dipilih secara acak sebanyak 132 usila di Kecamatan Cicendo. Metode pengukuran hemoglobin menggunakan Sianmethemoglobin, sedangkan kebiasaan minum teh diukur dengan catatan asupan makanan (food record) 1 x 24 jam selama 7 hari. Analisa data menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa kejadian anemia pada usila di Kota Bandung adalah 47,7% (95%CI = 39%—56%). Separuh dari responden (49%) mempunyai kebiasaaan selalu minum teh tiap hari (95%CI = 40%—58%). Usila yang selalu minum teh tiap hari mempunyai risiko untuk anemia 92 kali lebih tinggi (95%CI=8—221) dibandingkan usila yang tidak pernah minum teh setelah dikontrol dengan variabel konsumsi lauk dan konsumsi pauk. Apabila kebiasaan minum teh setiap hari dapat dikurangi maka kejadian anemia pada usila dapat diturunkan sebesar 85%, dari 47,7% menjadi 7,3%. Kejadian anemia dapat diturunkan dengan cara mengurangi kebiasaan minum teh atau meningkatkan konsumsi protein, namun mengingat kondisi gigi serta keuangan usila, maka perubahan kebiasaan minum teh merupakan pilihan yang paling bijak untuk menurunkan kejadian anemia.
1. Pendahuluan
Kebiasaan minum teh sudah menjadi budaya bagi penduduk dunia. Selain air putih, teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Rata-rata konsumsi teh penduduk dunia adalah 120 mL/hari per kapita
Ada tiga jenis utama minuman teh yaitu 1) teh hitam yang banyak dikonsumsi oleh bangsa Eropa, Amerika Utara, dan Afrika Utara (kecuali Moroko), 2) teh hijau yang banyak dikonsumsi oleh bangsa Asia (termasuk Indonesia), dan 3) teh golong yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Cina dan Taiwan.
Teh adalah minuman yang kaya antioxidan. Cao et al, 1996 1 menemukan bahwa teh hijau dan teh hitam mempunyai kadar antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan sayuran seperti bawang putih, bayam, dan kale.Teh diketahui mempunyai banyak manfaat kesehatan, antara lain menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler (Hertog, 1997) 2 dan menghambat perkembangan kanker (Yang C et al., 2000) 3, mempunyai efek untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut karena kandungan natural florida yang dimilikinya dapat mencegah terjadinya karies pada gigi (Jones C et al., 1999) 4, mengurangi risiko terjadinya patah tulang pada usila karena densitas tulang pada mereka yang minum teh lebih baik daripada mereka yang tidak minum teh (Hegarty et al., 2000) 5. Hindmarch et al. 2000 6 melaporkan bahwa konsumsi teh dapat meningkatkan kondisi kognitif dan psikomotor pada orang dewasa. Curhan et al,1998 7 melaporkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara konsumsi teh dengan kejadian batu ginjal pada wanita usia 40-65 th. Setelah dikontrol oleh variabel pengganggu, konsumsi teh sebanyak 240 ml per hari dapat menurunkan risiko terjadinya batu ginjal sebesar 8%.
Walaupun teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, namun ternyata teh juga diketahui menghambat penyerapan zat besi yang bersumber dari bukan hem (non-heme iron). Hurrell RF, Reddy M, dan Cook JD, 1999 8 melaporkan bahwa teh hitam dapat menghambat penyerapan zat besi non-heme sebesar 79-94% jika dikonsumsi bersama-sama. Anemia kekurangan zat besi pada anak-anak di Arab Saudi dan di Inggris juga dilaporkan berhubungan dengan kebiasaan minum teh (Gibson, 1999) 9. Dilaporkan juga bahwa dampak dari interaksi teh dengan zat besi ini bergantung pada status konsumsi zat besi dan karakteristik individu.
Usia Lanjut (Usila) merupakan keadaan alamiah yang dialami oleh setiap orang ketika telah mencapai umur tertentu. Menurut UU no. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut yang dimaksud dengan kelompok usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun atau lebih. Jumlah dan proporsi penduduk usila di Indonesia semakin lama semakin meningkat, seiring dengan peningkatan kualitas hidup dan pelayanan kesehatan, telah terjadi peningkatan umur harapan hidup penduduk Indonesia. Hasil Sensus Penduduk tahun 1971 menyebutkan bahwa terdapat 5,3 juta penududuk usila atau 4,5% dari total penduduk Indonesia. Sensus Penduduk tahun 2000 menyebutkan jumlah penduduk usila telah menjadi 14,5 juta atau 7,1% dari total penduduk Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun (1971—2000) telah terjadi peningkatan jumlah penduduk usila 3 kali lipat. Depkes RI memperkirakan tahun 2010 jumlah usila akan menyamai jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 19 juta jiwa, yang akan membawa Indonesia memasuki era penduduk berstruktur tua. Status kesehatan usila secara umum mulai menurun, terutama pada kondisi fisik dan psikososial yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan lainnya. Permasalahan yang dihadapi usila pada umumnya adalah penyakit degeneratif dan gizi. Kelompok usila pada umumnya memiliki gigi yang tidak sempurna lagi, sehingga mempunyai keterbatasan dalam mengkonsumsi zat besi yang bersumber dari hewani (heme iron), akibatnya usila sangat rentan terhadap kejadian anemia. Walaupun usila dapat mengkonsumsi zat besi bersumber nabati, namun apabila dikonsumsi bersama-sama dengan teh maka penyerapan zat besinya akan terhambat, sehingga usila tersebut tetap rentan terhadap kejadian anemia.
Anemia kurang zat besi merupakan penyakit nomor satu terbanyak yang diderita oleh usila di Indonesia dengan angka kejadian sebesar 50%, kemudian diikuti oleh penyakit jantung dan pembuluh darah 29,5%, infeksi saluran pernafasan 12,2%, TBC 11,5%, dan kanker 2,2% (Depkes, 2003) 10. Studi ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan minum teh pada usila dan pengaruhnya terhadap kejadian anemia.
2. Metode
Studi ini merupakan analisis lebih lanjut dari penelitan yang berjudul “Hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada usila di kota Bandung”. Studi ini memiliki rancangan potong lintang, artinya pengumpulan data tentang kebiasaan minum teh dan data tentang status anemia dilakukan pada saat yang bersamaan. Studi ini bersifat analitik untuk mengetahui pengaruh minum teh terhadap kejadian anemia pada usila. Populasi studi ini adalah usila di kota Bandung. Definisi usila pada studi ini adalah penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Sedangkan sampelnya adalah sebanyak 132 usila yang dipilih secara acak di kecamatan Cidendo Kota Bandung.
Berdasarkan besaran perbedaan risiko yang ingin dideteksi (OR=3) dengan interval kepercayaan 95% dan kekuatan uji 90%, proporsi anemia pada kelompok yang tidak minum teh sebesar 50% (Depkes 2003 10, Husaini 2001 11, Nugroho 2002 12), kemudian dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel uji odds ratio (Lemeshow, 1990) 13, maka diperlukan sampel minimal sebanyak 132 usila. Pemilihan sampel dilakukan secara bertahap, tahap pertama adalah memilih satu kecamatan secara acak sederhana dari 26 kecamatan yang ada di kota Bandung, telah terpilih kecamatan Cicendo. Kemudian dari setiap kelurahan (6 kelurahan) yang ada di kecamatan Cicendo dipilih satu RW secara acak proporsional. Pada RW terpilih dibuat daftar usila, kemudian dipilih 22 usila secara acak sederhana. Usila yang menderita penyakit (TBC, tukak lambung, perdarahan, kanker, gagal ginjal, diabetes melitus) atau mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin tidak diikutkan dalam studi ini.
Penelitian dilaksanana pada bulan Juni 2007. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan sendiri oleh tim peneliti sebelum proses pengumpulan data tentang pola makan dilakukan. Pengukuran kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode Sianmethemoglobin, usila dikategorikan anemia apabila memiliki hemoglobin < 12 gr% (pada wanita) atau < 13 g% (pada pria). Data tentang kebiasaan minum teh dikumpulkan melalui catatan asupan makanan (food record) 1 x 24 jam selama 7 hari, dan responden dikategorikan minum teh tiap hari jika selama 7 hari selalu minum teh dan dikategorikan kadang-kadang jika responden minum teh namun tidak tiap hari, dan kategori tidak pernah apabila responden tidak pernah minum teh dalam kurun waktu 7 hari tersebut. Kegiatan pemantauan dan bimbingan dalam pencatatan asupan makanan dilakukan oleh kader yang sudah dilatih oleh tim peneliti. Variabel lain yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin pada usila adalah angka kecukupan gizi, angka ini dihitung dengan menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Depertemen Kesehatan mengenai Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk usila di Indonesia (Depkes RI, 1991) 14. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer. Pemasukan data ke komputer menggunakan perangkat lunak EPI-INFO versi 6.04 sedangkan analisa statistik dengan metode multivariat regresi logistik ganda. Pemodelan multivariat dimulai dengan memasukkan semua variabel yang mempunyai nilai-p kurang dari 0.25, kemudian variabel yang tidak bermakna secara statistik (nilai-p kurang dari 0.05) dikeluarkan satu persatu, sampai didapatkan model akhir yang paling sederhana (semua variabel mempunyai nilai-p kurang dari 0.05) 15,16. Hasil akhir dari regresi logistik ganda berupa nilai Odds Ratio (OR) dari kebiasan minum teh terhadap kejadian anemia yang sudah dikontrol oleh variabel lainnya.
3. Hasil dan Pembahasan
Sebagian besar responden adalah usila berumur 60—70 tahun (82%), berjenis kelamin laki-laki (81%), Suku Sunda 89%), tidak bekerja (89%), giginya tidak lengkap (98%). Walaupun giginya tidak lengkap, namun yang melaporkan memiliki gangguan dalam mengunyah hanyalah 23% (Tabel 1). Dari 132 usila, sebanyak 49% memiliki kebiasaan minum teh setiap hari, 25% kadang-kadang minum teh, dan 26% tidak pernah minum teh. Analisis lebih lanjut memperlihatkan bahwa usila yang jarang atau tidak pernah minum teh juga akan cenderung untuk jarang atau tidak pernah minum kopi.
Kejadian anemia pada usila adalah sebesar 48% dengan proporsi kejadian yang hampir sama baik pada usila laki-laki maupun pada usila perempuan. Apabila dilihat dari asupan makanan yang dikonsumsi oleh usila, terlihat bahwa sebanyak 57,6% usila yang mengkonsumsi lauk (asupan protein hewani) dengan jumlah yang cukup, sebanyak 48,6% yang mengkonsumsi pauk (asupan protein nabati) dengan jumlah yang cukup, sebanyak 65,2% mengkonsumsi sayur dalam jumlah yang cukup, 43,9% mengkonsumsi buah dalam jumlah yang cukup, dan hanya sebagian kecil (25,8%) mengkonsumsi nasi dalam jumlah yang cukup (Data tidak ditampilkan).
Regresi logistik ganda antara kebiasaan minum teh dan asupan makanan dengan kejadian anemia pada usila. Dari tujuh variabel pada analisis biraviat yang berhubungan bermakna dengan anemia (minum teh, minum kopi, asupan lauk, asupan pauk, asupan buah, asupan sayur, dan status ekonomi), setelah dilakukan analisis multivariat ternyata didapatkan hanya tiga variabel yang benar-benar berhubungan dengan kejadian anemia pada usila yaitu kebiasan minum teh, kecukupan lauk, dan kecukupan pauk. Ketiga variabel ini dapat menjelaskan 94,7% variasi pada variabel anemia artinya kemungkinan untuk salah dalam memprediksi anemia oleh ketiga variabel ini sangat kecil. Pada kondisi kecukupan lauk dan pauk yang sama, maka usila yang minum teh tiap hari berisiko untuk menderita anemia 92 kali dibandingkan usila yang tidak setiap hari minum the (nilai-p 0,000). Sedangkan pada usila yang kadang-kadang atau tidak pernah minum teh kejadian anemianya tidak berbeda bermakna (nilai-p 0,585). Pada kondisi yang sama kebiasaan minum teh dan kecukupan pauknya, usila yang kurang asupan lauknya mempunyai risiko 96 kali untuk menderita anemia dibandingkan usila yang asupan lauknya cukup. Demikian pula usila yang kurang asupan pauknya mempunyai risiko 25 kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan usila yang asupan pauknya cukup.
Kejadian anemia pada usila di Kota Bandung sebesar 47,7%, angka ini hampir sama dengan hasil penelitian lainnya di Indonesia yang melaporkan angka anemia pada usila sekitar 50%. Sebagian besar anemia disebabkan oleh karena kekurangan zat besi, penyebab lainnya sangat kecil seperti kekurangan asam folat dan vitamin B12. Pada usila penyebab kurangnya zat besi dapat beragam, tidak hanya karena kekurangan asupan zat besi tetapi juga karena terganggunya proses penyerapan zat besi. Kekurangan asupan dapat terjadi karena kurangnya konsumsi protein hewani (seperti daging yang merupakan sumber utama zat besi). Kurangnya konsumsi daging dapat terjadi karena faktor ekonomi yang kurang mendukung dan faktor gigi pada usila yang tidak lengkap lagi dan menggangu pada saat makan. Sedangkan gangguan penyerapan zat besi dapat disebabkan karena faktor penuaan dan adanya zat yang menghambat penyerapan seperti teh apabila dikonsumsi bersama-sama.
Penelitian ini membuktikan bahwa selain asupan lauk dan pauk yang kurang, faktor lain yang berperan dalam kejadian anemia pada usila adalah prilaku minum teh setiap hari. Walaupun telah banyak penelitian yang membuktikan beragam manfaat dari minum teh, namun cara konsumsi teh yang tidak tepat akan menimbulkan dampak negatif, terutama terjadinya anemia pada usila. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain karena teh mengandung tanin yang dapat mengikat mineral (termasuk zat besi) dan pada sebagian teh (terutama teh hitam) senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan ternyata telah mengalami oksidasi, sehingga dapat mengikat mineral seperti Fe, Zn, dan Ca sehingga penyerapan zat besi berkurang. Sedangkan pada teh hijau senyawa polifenolnya masih banyak, sehingga kita masih dapat meningkatkan peranannya sebagai antioksidan.
Angka kejadian anemia pada usila dapat diturunkan melalui 3 langkah utama yaitu
• perubahan pola minum teh,
• meningkatkan asupan lauk (protein hewani),
• meningkatkan asupan pauk (protein nabati).
Perubahan pola minum teh dapat dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi teh menjadi tidak setiap hari atau minum 2--3 jam setelah makan seperti yang dianjurkan oleh Alsuhendra (2002) 17. Kita (termasuk usila) mempunyai kebiasaan minum teh bersamaan dengan saat makan nasi. Ini kekeliruan gizi yang harus diubah. Seperti telah dijelaskan, teh mengandung tanin yang dapat mengikat mineral. Untuk itu sebaiknya minum teh tidak dilakukan bersamaan dengan makan, tetapi sekitar 2--3 jam sesudahnya.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Angka kejadian anemia pada usila di Kota Bandung hampir sama dengan hasil penelitian lainnya di Indonesia, yakni sekitar 50%. Lansia yang memiliki kebiasaan minum teh tiap hari punya risiko 92 kali lebih tinggi untuk menderita anemia dibandingkan lansia yang tidak pernah minum teh. Untuk menurunkan kejadian anemia pada usila, disarankan kepada usila untuk mengurangi kebiasaan minum tehnya atau minum teh 2—3 jam sesudah makan atau meningkatkan asupan protein terutama protein hewani. Namun, mengingat kondisi gigi serta keuangan usila, maka perubahan kebiasaan minum teh merupakan pilihan yang paling bijak untuk menurunkan kejadian anemia.


Daftar Acuan
Cao G, Sofic E, dan Prior R. Antioxidant capacity of tea and common vegetables. Journal of Agree Food Chem, 1996 (44):3426-3431
Hertog M, Feskens E, Kromhout D. Antioxidant flavonols and coronary heart disease risk. Lancet, 1997:349
Yang C, Chung Y, Yang G, Chabra S, Lee M. Tea and tea polyphenols in cancer prevention. Journal of Nutrition, 2000 (130):472S-478S.
Jones C, Woods K, Whittle G, Worthington H, Taylor G. Sugar, drinks, deprivation and dental caries in
14-year-old childern in the north west of England in 1995. Community Dental Health, 1999 (16):68-71
Hegarty V, May H, Khaw K. Tea drinking and bone mineral density in older women. American Journal of Clinical Nutrition, 2000 (71):1003-1007
Hindmarch I, Rigney U, Stanley N, Quinlan P, Rycroft J, Lane J. A naturalistic investigation of the effects of day-long consumption of tea, coffee and water on alertness, sleep onset and sleep quality. Psychopharmacology, 2000 (149):2003-216
Curhan G, Willett W, Speizer F, Stampfer F, Stampfer M. Beverage use and risk for kidney stones in women. Ann Intern Med, 1998 (128): 534-540
Hurrell RF, Reddy M, Cook JD. Inhibiton of non-haem iron absorpton in man by polyphenolic-containing beverages. British Journal of Nutrition, 1999 (81):289-295
Gibson S. Iron intake and iron status of preschool shildren: association with breakfast cereals, vitamin C and meat. Public Health Nutrition, 1999 (2):521-528
Depkes, Studi Morbiditas: Data Survei Kesehatan Rumah Tangga 2002-2003. Badang Litbangkes, 2003.
Husaini, Masalah Anemia Gizi dan Alternatif Cara Mengatasinya di Indonesia, Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, 2001, 1(1)
Nugroho, 2002. Geriatri dan permasalahannya. http://www.kompas.com, diakses tanggal 26 Mei 2005
Lwanga SK and Lemeshow S, Sampel Size Determination in Health Studies, Geneva, WHO, 1990
Depkes RI.Pedoman Tata Laksana Gizi Usia Lanjut. Depkes, 1991
Kleinbaum, DG. Logistic regression: a self-learning text. New York: Springer; 1998
Kleinbaum DG, Kupper LL, dan Muller KE. Applied regression analysis and other multivariable methods. 2nd Edition. Boston: PWS-KENT Publishing Company; 1990.
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0204/18/ 080652.htm

Tugas
Penyakit tidak menular
(PTM)
Oleh
Amniati
907329061.0063
SEKOLAH TINGGI LMU KESEHATAN AVICENNA
S1 KESEHATAN MASYARAKAT
KENDARI
2010

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda